Indonesia Punya Banyak ‘PR’ soal Perbaikan Gizi, Status gizi di Indonesia belum memperlihatkan hasil yang menyenangkan, yang meskipun selama lima tahun berakhir angka stunting mengalami penurunan, namun upaya dan usaha keras untuk menghindari dan menangani masalah gizi masih harus benar benar diperhatikan.
“Jumlah angka masalah gizi memang mengalami penurunan, namun jumlah tersebut masih berada di atas angka ambang batas yang telah ditentukan oleh WHO pada 2010 yaitu sebanyak 20%,” seperti yang telah diungkapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi saat peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (25/1).
Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018 telah mencatat, prevalensi stunting berada di angka 30,8 persen. Angka tersebut menurun dari 37,2 %pada catatan Riskesdas 2013. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan angka batas stunting yaitu sebesar 20%.
Kondisi sedemikian rupa membuat pemerintah menjadikan upaya penurunan stunting sebagai prioritas nasional. Upaya, kata Oscar, banyak ditekankan pada promotif dan preventif.
Stunting merupakan masalah gizi kronis. Anak yang mengalami masalah gizi akan berdampak pada pertumbuhan mereka. Anak cenderung memiliki tubuh yang pendek atau tinggi badan yang tak sesuai dengan usia. “Anak yang mengalami stunting biasanya akan terlihat ketika anak anak menginjak usia 2 tahun,” kata Oscar.
Meski terlihat sepele, stunting beresiko mengancam masa depan anak yang dimana dapat beresiko terhadap sistem kekebalan tubuh yang menurun, kemampuan yang kognitif yang rendah serta dapat mengancam rendahnya produktivitas ekonomi.
Masalah stunting dapat dicegah dengan cara atau pola asuh seperti pola makan dengan makanan yang teratur dan mengkonsumsi makanan yang bergizi, lingkungan bersih dan sehat serta aktivitas fisik untuk memacu pertumbuhan yang optimal.
Pekerjaan Rumah Masalah Gizi di Indonesia
Meski upaya penurunan stunting telah menjadi prioritas nasional, namun pemerintah masih terus harus berupaya dalam mengatasi permasalahan gizi. Oscar mengatakan, bahwa di Indonesia masih punya banyak ‘pekerjaan rumah’ terkait upaya perbaikan gizi.
Sebut saja beberapa kasus balita dengan berat badan rendah atau underweight yang masih berada di angka 17,7 % pada Riskesdas 2018. Angka tersebut masih berada di atas ambang batas sebesar 10% dari apa yang telah ditetapkan oleh WHO.
Balita dengan berat badan berlebih tercatat masih berada di atas ambang batas yaitu sebanyak 5%. Riskesdas 2018 mencatat angka balita overweight sebanyak 8%.
Pentingnya Pola Makan Sehat
Permasalahan Gizi dimulai dari pola makan. Mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi yang seimbang merupakan hal yang harus benar benar diperhatikan.
Sebuah data mengungkapkan bahwa hanya ada 1 dari 10 orang Indonesia yang mengkonsumsi sayur dan buah yang cukup. Sisanya lagi mereka lebih memanfaatkan makanan cepat saji.
Dalam kondisi tersebut, maka tidak heran jika status keluarga yang sehat hanya sekitar 16,8% saja atau dengan jumlah 3,5 juta dari 21 keluarga yang telah terdata.
“Indeks keluarga sehat dengan angka tertinggi ada di DKI Jakarta yakni 0,339,” kata Oscar. (els/asr)
Sumber https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190125130919-255-363785/indonesia-punya-banyak-pr-soal-perbaikan-gizi