Harus Diputus, Mata Rantai Gizi Kurang di Indonesia
Masalah Malnutrisi di Indonesia masih menjadi sebuah persoalan yang masih menjadi sebuah tantangan dalam membangun generasi yang berkualitas di masa mendatang. Oleh sebab itu, mata rantai kurang gizi harus dapat diputus dengan berbagai upaya dan cara yang dapat dilakukan.
Anak anak yang terlahir dengan gizi yang kurang akan tumbuh menjadi remaja dengan status kurang gizi dan akan berpotensi akan melahirkan seorang anak dengan kondisi gizi yang kurang.
Mata rantai masalah gizi ini haruslah kita putuskan dengan berbagai Upaya, seperti apa yang diungkapkan oleh Rini Sekartini atau yang akrab disapa dengan Prof. Rini sebagai seorang akademisi sekaligus praktisi di bidang kesehatan khususnya dokter spesialis anak menyoal kasus malnutrisi di Indonesia.
Dalam siaran pers yang diterima Beritasatu.com, Selasa (29/6/2021), Prof. Rini sebagai Peneliti Utama South-East Asia Nutrition Survey (Seanuts) mengungkapkan bahwa betapa pentingnya edukasi gizi kepada masyarakat dalam upaya menekan kasus malnutrisi pada anak. Hal ini menjadi hal penting dalam rangka menciptakan generasi bangsa yang sehat dan berdampak pada sebuah peningkatan produktivitas dan kualitas sumber daya manusia di kemudian hari.
Dilihat dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita di Indonesia dengan angka yang mencapai 17,7%, sementara stunting mencapai angka pada 30,8%. Begitu juga dengan obesitas yang menunjukkan peningkatan, di angka 6,7 persen pada 2013 menjadi 8 persen pada 2018.
Kasus malnutrisi tidak hanya menjadi tumpuan pada satu bidang saja, Pemahaman gizi, sistem reproduksi, kebersihan, pola asuh dan faktor ekonomi juga menjadi sebuah acuan yang harus ditangani dalam menangani masalah malnutrisi.
Jika ditelaah, lebih dari kasus malnutrisi pada sebuah lingkaran siklus, dimana seorang anak yang terlahir dengan kekurangan gizi akan tumbuh menjadi seorang remaja dengan status kurang gizi dan berpotensi kembali melahirkan generasi yang juga kurang gizi, sehingga hal tersebut akan terus terjadi pada generasi selanjutnya.
Beberapa faktor tersebut lah yang akan menjadi landasan pada sebuah studi lapangan South-East Asia Nutrition Survey (Seanuts) yang telah berjalan di 21 Kabupaten/Kota pada 15 Provinsi di Indonesia dan melibatkan sekitar 25 personil dari kalangan dokter, ahli gizi, kesehatan masyarakat dan bidang olahraga.
Berdasarkan dunia kesehatan, ada beberapa tanda dan ciri ciri yang menandakan bahwa seseorang mengalami masalah kekurangan gizi yang biasanya ditandai dengan
- Depresi
- Kelelahan terus menerus
- Kurang nafsu makan atau tidak minat terhadap makanan
- Kelelahan
- Mudah tersinggung
- Sulit berkonsentrasi
- Kurus
- Kehilangan lemak, massa otot (berat badan menyusut)
- Lebih sering sakit dan lebih lama sembuh
- Selalu merasa dingin
Masalah atau ciri ciri dari setiap orang umumnya berbeda beda sehingga ciri ciri tersebut tidak dapat menjadi acuan.
Referensi
https://www.beritasatu.com/kesehatan/793661/harus-diputus-mata-rantai-gizi-kurang-di-indonesia